Menurut Rivai bahwa gaya kepemimpinan
merupakan sekumpulan ciri yang digunakan pemimpin baik yang tampak maupun tidak
tampak untuk mempengaruhi bawahannya agar tujuan organisasi tercapai. Dalam
definisi lain, kepemimpinan diartikan sebagai pola perilaku dan strategi yang
sering diterapkan oleh pemimpin kepada bawahannya.
Menurut Fiedler’s Contingency Model bahwa gaya kepemimpinan setiap
individu hanya efektif dalam situasi tertentu. Fiedler menyatakan bahwa
daripada mengajar orang untuk mengubah gaya kepemimpinannya, lebih baik dalam
pelatihan kepemimpinan harus berkonsentrasi pada membantu memahami gaya kepemimpinannya
sendiri dan belajar bagaimana manipulatif situasi sehingga keduanya cocok. Dalam teori ini, tidak semua gaya
kepemimpinan tepat diterapkan untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahan dalam
melaksanakan tugas pekerjaannya. Penerapan gaya kepemimpinan akan tepat apabila
sesuai dengan situasi yang terjadi dalam suatu organisasi. Gaya kepemimpinan
tidak perlu untuk dirubah melainkan menyesuaikan dengan kondisi yang ada
terkait dengan tipe dari bawahan maupun jenis tugas pekerjaan yang harus
diselesaikan dalam mewujudkan tujuan organisasi.
Harsey and Blanchard yang dikutip Gibson, et. al., mengembangkan empat gaya kepemimpinan,
yaitu sebagai berikut:
1.
Telling. The leader defines the
roles needed to do the job and tells followers waht, where, how, and when to do
the tasks.
2. Selling. The provides followers with structured
instructions but is also supportive.
3. Participating. The leader and followers share in
decision about how best to complete a high-quality job.
4. Delegating. The leader little specific, close direction
or personal support to followers.
Gaya telling (memberitahukan)
dalam penerapannya, pemimpin sangat berperan untuk memberitahukan kepada
bawahan tentang apa, di mana, bagaimana, dan kapan harus melakukan tugas. Gaya
kepemimpinan ini dapat diterapkan apabila bawahan memiliki kematangan yang
rendah, sehingga tanpa pemberitahuan secara jelas dan terinci bawahan tidak
memahami apa yang menjadi tugas pekerjaan untuk dilakukan.
Gaya selling (menjual)
dalam penerapannya pemimpin memberikan instruksi yang terstruktur yang disertai
dengan dukungan. Gaya kepemimpinan ini diterapkan ketika bawahan memiliki
tingkat kematangan yang rendah menuju ke tingkat sedang, di mana bawahan tidak
mampu atau memiliki keterampilan yang kurang memadai, tetapi memiliki kemauan
untuk bertanggungjawab dan melaksanakan tugas pekerjaan. Untuk keberhasilan
pelaksanaan tugasnya, diperlukan dukungan yang diberikan pemimpin.
Gaya participating (berpartisipasi)
dalam penerapannya pemimpin dan bawahan bersinergi dalam pengambilan keputusan
yang terbaik dalam menyelesaikan pekerjaan agar hasilnya memiliki kualitas yang
tinggi. Pemimpin mengikutsertakan bawahannya dalam pengambilan keputusan akan
membuat bawahan mengoptimalkan perannya dalam mengerjakan tugas pekerjaannya.
Hal ini dikarenakan dengan keikutsertaannya tersebut membuat dirinya merasa
bahwa keputusan yang diambil menjadi bagian dalam dirinya dan tanggungjawab
untuk diwujudkan. Kepemimpinan partisipatif menjadi bawahan merasa nyaman dalam
bekerja dan dorongan untuk berprestasi. Gaya kepemimpinan ini dapat diterapkan
bagi bawahan yang memiliki kematangan tingkat sedang ke tingkat tinggi, di mana
dirinya memiliki kemampuan namun dirinya tingkat kemauan melakukan tugas
rendah. Kemauan yang rendah dapat disebabkan kurangnya partisipasi dirinya
dalam pengambilan keputusan.
Gaya delegating (pendelegasian)
dalam penerapannya, pemimpin sedikit memberikan arahan yang spesifik terhadap
penyelesaian tugas pekerjaan. Pemimpin tidak harus memberikan dukungan yang
tinggi dan menuntun bawahannya. Hal ini dikarenakan bawahan memiliki tingkat
kematangan yang tinggi, di mana dirinya sudah memahami akan tugas pekerjaan dan
memiliki tanggungjawab yang tinggi terhadap tugasnya itu. Pemimpin justru
memberikan kesempatan dan memberikan kepercayaan bawahan dalam pengambilan
keputusan tertentu terkait dengan pengembangan organisasi atau lembaga.
Menurut Path-Goal Leadership Theory dari House yang dikutip Luthan
mengidentifikasikan empat gaya kepemimpinan, yaitu:
1)
Pemimpin direktif, yaitu memberi kesempatan kepada bawahannya untuk mengetahui
apa yang diharapkan, menjadwalkan pekerjaan yang akan dilakukan, dan memberikan
pedoman yang spesifik mengenai cara menyelesaikan tugas,
2)
Pemimpin suportif, yaitu menunjukkan keramahan dan perhatian akan kebutuhan
para bawahannya,
3)
Pemimpin partisipatif, yaitu berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan
sarannya sebelum mengambil keputusan,
4)
Pemimpin berorientasi pada prestasi, yaitu menetapkan sasaran yang menantang
dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi.
Menurut teori Multiple Leadership Style,
terdapat enam gaya kepemimpinan, yaitu:
(1) style of leadership the
authoritative (gaya
kepemimpinan otoritatif).
(2) style of leadership the coercive (gaya kepemimpinan
koersif),
(3) style of leadership the
affiliative (gaya
kepemimpinan afiliatif),
(4) style of leadership the democratic (gaya kepemimpinan
demokratif),
(5) style of leadership the pacesetting (gaya kepemimpinan penentu
kecepatan),
(6)
style of leadership the coaching (gaya kepemimpinan
pelatihan).
Gaya kepemimpinan otoritatif digunakan ketika
seorang pemimpin menghendaki bawahanya untuk melaksanakan tugas tertentu. Dalam
gaya ini, pemimpin memberikan banyak kepercayaan dan menuntut bawahan
melaksanakan tugas yang dikehendakinya. Sedangkan dalam gaya kepemimpinan
koersif, seorang pemimpin hanya menuntut bawahan untuk melakukan apa yang
dikatakan bukan apa yang harus ditiru atau yang harus dilakukan seperti yang
pemimpin lakukan. Dalam gaya koersif, pemimpin tidak menghendaki bawahan
mengikuti apa yang dilakukan atau perbuatannya tidak boleh ditiru oleh bawahan.
Kecenderungan gaya kepemimpinan koersif, seorang pemimpin tidak memberikan
keteladanan, sehingga membuat dirinya tidak memiliki kedekatan ikatan secara
psikologis dengan bawahannya.
Gaya kepemimpinan afiliatif diterapkan ketika
seorang pemimpin menyadari bahwa dirinya tidak akan dapat berbuat apa-apa tanpa
orang-orang yang membantunya atau bawahannya. Pemimpin mengerjakan tugas-tugas
yang sulit bersama bawahannya dan tidak menempatkan dirinya di atas para
bawahannya, meskipun dirinya memiliki kekuatan untuk melakukannya. Sedangkan
gaya kepemimpinan demokratis, seorang pemimpin melibatkan bawahan untuk
memberikan suara berkenaan dengan keputusan yang akan diambilnya. Kepemimpin
memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berperan dan hal ini yang membuat
dirinya merasa berharga. Dari hasil berbagai penelitian bahwa gaya kepemimpinan
ini membuat bawahan menjadi sangat produktif.
Gaya kepemimpinan penentu kecepatan (pacesetting) dalam penerapannya seorang pemimpin
membuat standar yang tinggi untuk diikuti dan dilakukan oleh bawahan dengan
cara yang sama seperti yang pemimpin lakukan. Pemimpin menghendaki cara kerja
bawahannya meniru cara kerjan yang telah ditunjukkannya. Sedangkan gaya
kepemimpinan pelatihan atau pembinaan, seorang pemimpin menekankan pada
pengembangan bawahan, yaitu meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan para bawahannya. Pemimpin berperan seperti pelatih yang melakukan
pembinaan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan serta kemampuannya dalam
melaksanakan tugas pekerjaannya.
Menurut Mangkuprawira bahwa tidak ada resep
yang umum dalam menerapkan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Ada kalanya dalam
praktik kepemimpinan dapat menerapkan atau mengkombinasikan beberapa gaya kepemimpinan,
namun ada kalanya hanya menerapkan satu gaya kepemimpinan. Pada suatu waktu
memilih dan menerapkan salah satu gaya kepemimpinan akan memuaskan, namun dalam
waktu yang berbeda justru sebaliknya. Untuk itulah diperlukan kemampuan
melakukan adaptasi. Misalkan dalam suatu organisasi
memerlukan pegawainya harus segera menyelesaikan tugas pekerjaan akan tepat
menerapkan gaya mengarahkan dan gaya yang berorientasi tugas. Tekanan yang
diberikan akan mendorong pegawai menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu
yang ditentukan. Namun, terkait dengan keterlibatan dalam pengambilan
keputusan, maka menerapkan gaya kepemimpinan tersebut tidaklah tepat. Pegawai akan
merasa puas apabila penerapakan gaya demokratis atau partisipatif justru akan
memuaskan. Hal ini dikarenakan pegawai akan merasa kemampuannya dihargai dan
dirinya dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada organisasi atau
lembaga di mana dirinya bekerja.
Penerapan gaya kepemimpinan tergantung pada
situasi dan karakteristik dari orang-orang yang bekerja pada lembaga atau
organisasi. Tidak ada satu gaya kepemimpinan dapat dikatakan tepat dan hasilnya
memuaskan apabila digunakan selalu dalam setiap kesempatan kerja. Penggunaan
gaya kepemimpinan tergantung kesiapan para pegawai menerima tugas dan
menyelesaikannya dan semuanya juga terkait karakteristik kepribadian
individunya. Menerapkan gaya kepemimpinan yang kolaboratif atau kombinasi dari
beberapa gaya akan dapat memberikan hasil yang tepat dan memuaskan sehingga
pemimpin dapat mendorong serta menggerakkan orang-orang yang dipimpinnya untuk
mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan kajian teori-teori yang telah
diuraikan, maka yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan dalam penelitian ini
adalah suatu cara yang digunakan pemimpin untuk mempengaruhi orang-orang yang
dipimpinnya agar melaksanakan tugas pekerjaan dengan penuh tanggungjawabnya
dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Gaya kepemimpinan ini
yang diukur dengan tujuh indikator, yaitu:
1)
Gaya direktif, dengan indikator-indikator:
(a)
memberi kesempatan kepada bawahannya untuk mengetahui apa yang diharapkan untuk
dilakukannya,
(b)
menjadualkan pekerjaan, dan
(c)
memberikan pedoman yang spesifik mengenai cara menyelesaikan tugas.
2)
Gaya suportif, dengan indikator-indikator:
(a) menunjukkan sikap ramah kepada bawahan,
dan
(b) memberikan perhatian akan kebutuhan
bawahan.
3)
Gaya partisipatif atau demokratif, dengan indikator-indikator:
(a) berkonsultasi dengan bawahan, dan
(b) menggunakan saran yang diberikan bawahan
sebelum mengambil keputusan.
4)
Gaya berorientasi pada prestasi, dengan indikator-indikator:
(a) menetapkan sasaran yang menantang, dan
(b) mengharapkan bawahan untuk berprestasi
pada tingkat tertinggi.
5)
Gaya pendelegasian, dengan indikator-indikator:
a) memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengoptimalkan kemampuannya,
b) memberikan kepercayaan bawahan dalam
pengambilan keputusan.
6)
Gaya Telling(memberitahukan),
dengan indikator-indikator:
a) memberitahukan tentang apa yang menjadi
tugas pekerjaan,
b) memberitahukan tentang bagaimana dan kapan
pekerjaan dilakukan.
7)
Gaya Selling (menjual), dengan
indikator-indikator:
a) memberikan instruksi yang jelas,
b) Memberikan dukungan.
8)
Gaya kepemimpinan koersif, dengan indikator-indikator:
a) menuntut bawahan melakukan apa yang
diperintahkan,
b) meninta bawahan untuk tidak meniru apa
yang dilakukan.
9)
Gaya kepemimpinan afiliatif, dengan indikator-indikator:
a) mengerjakan tugas-tugas yang sulit bersama
bawahannya,
b) tidak menempatkan dirinya di atas para
bawahannya.
10)
Gaya kepemimpinan penentu kecepatan (pacesetting), dengan
indikator-indikator:
a)
membuat standar yang tinggi untuk diikuti,
b)
menghendaki cara kerja bawahannya meniru cara kerjan yang telah ditunjukkan
pemimpin.
11)
Gaya kepemimpinan pelatihan atau pembinaan (coaching) dengan
indikator-indikator:
a)
melakukan pembinaan,
b)
meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan para bawahannya.
No comments:
Post a Comment