Monday, 27 March 2017

Makalah Tentang EPISTAKSIS

EPISTAKSIS
oleh Dr. Chika Aulia Husna

1.      PENDAHULUAN
_____Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung, bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu keluhan atau tanda, yang merupakan akibat dari kelainan setempat atau penyakit umum. Epistaksis sering ditemukan sehari-hari baik pada anak maupun pada usia lanjut dan 90% epistaksis dapat berhenti sendiri (spontan) atau dengan tindakan sederhana yang dilakukan oleh pasien sendiri dengan cara menekan hidungnya tanpa memerlukan bantuan medis.
_____Umumnya pada epistaksis terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri ethmoidalis anterior. Sedangkan epistaksis poterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior.
_____Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret yang berdarah dari hidung yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahannya.
_____Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum. Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 tahun dan >50 tahun. Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan mungkin banyak dan bisa juga sedikit. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa perlu untuk memanggil dokter. Epistaksis yang berat , walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien. Bahkan dapat berakibat fatal bila tidak segera ditolong.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Hidung
_____Hidung terdiri dari hidung bagian luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :
Ø  Pangkal hidung (bridge).
Ø  Batang hidung (dorsum nasi).
Ø  Puncak hidung (hip).
Ø  Ala nasi.
Ø  Kolumela.
Ø  Lubang hidung (nares anterior).
_____Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari :
1.      Tulang hidung (os nasal)
2.      Prosesus frontalis (os maksila)
3.      Prosesus nasalis (os frontal)
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu :
1.      Sepasang kartilago nasalis lateralis superior.
2.      Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor.
3.      Tepi anterior kartilago septum.
_____Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
_____Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang (vibrise).

Gambar 2.1. Anatomi hidung tampak lateral dan medial
Sumber :Anatomi Sobotta
_____Tiap kavum nasi mempunyai empat buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan superior. Dinding medial adalah septum nasi yang dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung.
_____Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema.          Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung.  Terdapat  meatus yaitu meatus inferior, medius, dan superior. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.
Batas Rongga Hidung
_____Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-lubang (kribrosa=saringan) tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Di bagian posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid.
2.2 Vaskularisasi Hidung
_____Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna dan karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum nasi melalui :
  1. Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral hidung.
  2. Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi.
  3. Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri etmoid anterior dan posterior yang mendarahi septum dan dinding lateral superior.
Gambar 2.2 Anatomi vaskular yang memperdarahi septum nasal
Sumber : Cristy Krames 2005

_____Vaskularitas berasal dari system carotis interna dan eksterna. Arteri carotis interna bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian bercabang lagi menjadi arteri etmoidalis anterior dan posterior. Cabang etmoidalis anterior dan posterior menyuplai sinus palatina mayor menyuplai sinus frontalis dan etmoidalis serta atap hidung. Sedangkan arteri stenopalatina dan arteri palatina mayor merupakan cabang terminal dari arteri karotis eksterna yang menyuplai darah pada concha, meatus dan septum nasalis. Semua pembuluh darah hidung saling berhubungan melalui anastomosis. Suatu pleksus vaskuler disepanjang bagian anterior septum kartilaginosa menggabungkan anastomosis ini dan dikenal sebagai Little Area atau Pleksus Kiesselbech. Karena ciri vaskularnya dan kenyataan bahwa daerah ini merupakan subjek trauma fisik dan lingkungan berulang maka merupakan lokasi epistaksis tersaring.

_____Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arteri. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.


Gambar 2.3 Vaskularisasi hidung
Sumber :Anatomi Sobotta
Jaringan limfatik
_____Jaringan limfatik berasal dari mukosa superfisial. Jaringan limfatik anterior bermuara di sepanjang pembuluh fasialis yang menuju leher. Jaringan limfatik posterior terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok superior bermuara pada kelenjar limfe retrofaringea. Kelompok media menuju ke kelenjar limfe jugularis. Kelompok inferior menuju ke kelenjar limfe di sepanjang pembuluh jugularis interna.
Innervasi
_____Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis anterior yang merupakan cabang n. nasosiliaris yang bersal dari n. oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar terdapat persarafan sensorik dari nervus maksilla melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion ini menerima serabut sensoris dari n. maksilaris, serabut parasimpatis dari n. petrosus superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis dari n. petrosus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di ujung posterior konka media.          Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari pemukaan bawah bulbus olfaktorius dan berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

Gambar 2.4. Innervasi hidung
Sumber :Anatomi Sobotta
2.3 Definisi Epistaksis
_____Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang merupakan gejala atau manifestasi penyakit lain, penyebabnya bisa lokal atau sistemik. Perdarahan bisa ringan sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Sumber perdarahan  biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung.
2.4 Epidemiologi
_____Epistaksis jarang terjadi pada bayi, namun terdapat kecendrungan peningkatan insiden seiring pertambahan usia. Epistaksis anterior lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, sedangkan epistaksis posterior lebih sering terjadi pada usia yang lebih tua, terutama pada laki-laki dekade 50 dengan penyakit hipertensi dan arteriosklerosis. Epistaksis lebih sering terjadi pada musim dingin. Hal ini mungkin disebabkan peningkatan kejadian infeksi pernafasan atas dan udara yang lebih kering akibat pemakaian pemanas dan kelembaban lingkungan yang rendah. Epistaksis juga sering terjadi pada iklim yang panas dengan kelembaban yang rendah. Pasien yang menderita alergi, inflamasi hidung, dan penyakit sinus lebih rentan terjadi epistaksis karena mukosanya lebih mudah kering dan hiperemis disebabkan reaksi inflamasi.
2.5 Etiologi
_____Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik.
1) Lokal
Trauma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya mengeluarkan sekret dengan kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan sebagainya. Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan trauma pada pembedahan dapat juga menyebabkan epistaksis.
Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik, seperti lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.
Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah, Hemongioma, karsinoma, serta angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat.
Kelainan congenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease). Pasien ini juga menderita telangiektasis di wajah, tangan atau bahkan di traktus gastrointestinal dan/atau pembuluh darah paru.
Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum
Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atau perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengeringkan sekresi hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari menimbulkan trauma digital. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan kemudian perdarahan.
Pengaruh lingkungan
Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan udaranya sangat kering


2) Sistemik
Kelainan darah
Misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia, ITP, diskrasia darah, obat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan fenilbutazon dapat pula mempredisposisi epistaksis berulang.
 Penyakit kardiovaskuler
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.
Biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.
- Gangguan endokrin
Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis, kadang-kadang beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung menyertai fase menstruasi.
Defisiensi Vitamin C dan K
- Alkoholisme
- Penyakit von Willebrand
2.6 Klasifikasi
_____Epistaksis dibedakan atas dasar sumber pendarahan atau tempat pendarahan. Sumber perdarahan dapat berasal dari bagian anterior atau bagian posterior hidung :

  • Epistaksis Anterior
_____Dapat berasal dari arteri ethmoid anterior dan pleksus Kiesselbach yang merupakan anastomosis dari beberapa pembuluh darah di septum bagian anterior tepat di ujung postero superior vestibulum nasi. Perdarahan juga dapat berasal dari bagian depan konkha inferior. Mukosa pada daerah ini sangat rapuh dan melekat erat pada tulang rawan dibawahnya. Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana. Epistaksis ini sering dijumpai pada anak-anak.

  • Epistaksis Posterior
_____Berasal dari arteri sphenopalatina dan dari arteri etmoid posterior. Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan kelainan kardiovaskuler.

Gambar 2.5 Epistaksis Anterior dan Posterior
Sumber :Epistaksis Boeis 1997
2.7 Diagnosis
_____Anamnesis yang lengkap sangat membantu dalam menentukan sebab-sebab perdarahan. Keadaan umum, tensi dan nadi perlu diperiksa. Dan untuk pemeriksaan alat-alat yang diperlukan adalah lampu kepala, spekulum hidung dan alat penghisap. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan penunjang laboratorium yaitu pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hemostatis.
a.   Anamnesis
_____Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh mengorek hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat pengeringan mukosa hidung berlebihan. Penting mendapatkan riwayat trauma terperinci. Riwayat pengobatan atau penyalahgunaan alkohol terperinci harus dicari. Banyak pasien minum aspirin secara teratur untuk banyak alasan. Aspirin merupakan penghambat fungsi trombosit dan dapat menyebabkan pemanjangan atau perdarahan. Penting mengenal bahwa efek ini berlangsung beberapa waktu dan bahwa aspirin ditemukan sebagai komponen dalam sangat banyak produk. Alkohol merupakan senyawa lain yang banyak digunakan, yang mengubah fungsi pembekuan secara bermakna.
_____Aspek anamnesis yang mungkin penting dalam melokalisasi tempat perdarahan bisa didapat dengan menanyakan :

1. Sewaktu anda membungkuk apakah ada darah yang keluar dari hidung? (menggambarkan sumber perdarahan anterior) .
2. Apakah darah menuruni tenggorokan anda ? (menggambarkan perdarahan dari sisi posterior cavitas nasalis).

b. Pemeriksaan Fisik
_____Pertama hidung harus dibersihkan dari bekuan darah atau debris secara memuaskan dengan alat penghisap. Kedua harus dioleskan senyawa vasokonstriktif seperti efedrin atau kokain 5% yang akan mengerutkan mukosa hidung sehingga memberikan evaluasi yang lebih baik dan bahkan menghentikan perdarahan sementara waktu.
_____Pemeriksaan harus dilakukan dalam cara teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan concha inferior harus diperiksa cermat. Pemeriksaan hidung tidak lengkap jika tidak dilakukan nasofaringoskop tak langsung . Pemeriksaan cermin hidung posterior kadang-kadang akan memperlihatkan sumber epistaksis posterior.
_____Bila tempat perdarahan dikenali, ia harus didokumentasi dalam rekam medis dengan gambar sederhana. Bila mungkin, kemudian dokter seharusnya mencoba mengendalikan perdarahan dengan tindakan lokal yaitu kauterisasi atau penempatan senyawa hemostatik atau tampon hidung anterior.
_____Tes laboratorium tertentu bermanfaat dalam mengevaluasi pasien epistaksis. Tes diagnostik seharusnya mencakup sel darah lengkap untuk memantau derajat perdarahan dan apakah pasien anemia. Jika ada kemungkinan koagulopati sistematik, maka harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah. Jika pemeriksaan ini abnormal, maka harus dilakukan kosultasi yang tepat. Terakhir jika massa terlihat pada pemeriksaan, maka harus dilakukan politomografi dan/atau CT scan untuk menggambarkan luas lesi ini.

2.8 Penatalaksanaan
_____Prinsip penatalaksanaan epistaksis ialah memperbaiki keadaan umum, cari sumber perdarahan, hentikan perdarahan, cari faktor penyebab untuk mencegah berulangnya perdarahan. Bila pasien datang dengan epistaksis perhatikan keadaan umumnya, nadi, pernafasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan atasi terlebih dahulu, misalnya dengan memasang infus. Jalan nafas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah, perlu dibersihkan atau dihisap.

_____Penanganan epistaksis yang tepat akan bergantung pada suatu anamnesis yang cermat. Hal-hal yang penting adalah sebagai berikut:
1.            Riwayat perdarahan sebelumnya
2.            Lokasi perdarahan
3.            Apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorok (posterior) atau keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak
4.            Lama perdarahan dan frekuensinya
5.            Kecendrungan perdarahan
6.            Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
7.            Hipertensi
8.            Diabetes mellitus
9.            Penyakit Hati
10.        Penggunaan anti koagulan
11.        Trauma hidung yang belum lama
12.        Obat-obatan misalnya aspirin dan fenilbutazon
Menghentikan Perdarahan
_____Menghentikan perdarahan secara aktif, seperti kaustik dan pemasangan tampon lebih baik daripada pemberian obat hemostatik sambil menunggu epistaksis berhenti dengan sendirinya. Pasien sendiri dapat menghentikan perdarahan bagian depan hidungnya dengan menjepit bagian itu dengan sebuah jari tangan dan ibu jari serta meletakkan sebuah cawan untuk menampung tetesan darah dari hidungnya. Pasien dilarang menelan karena dapat menggeser bekuan darah yang terbentuk. Menelan dapat dicegah dengan menempatkan sebuah gabus diantara kedua barisan gigi depan (metode Trotter).
_____Jika seorang pasien datang dengan epistaksis maka pasien harus diperiksa dalam keadaan duduk, sedangkan jika terlalu lemah dapat dibaringkan dengan meletakkan bantal di belakang punggungnya kecuali bila sudah dalam keadaan syok. Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap dan untuk membersihkan hidung dari bekuan darah. Kemudian tampon kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/10.000 dan lidocain atau pantocain 2% dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri pada waktu tindakan selanjutnya. Tampon ini dibiarkan selama 3-5 menit. Dengan cara ini dapatlah ditentukan apakah sumber perdarahan letaknya di bagian anterior atau di bagian posterior.

Perdarahan anterior
_____Perdarahan anterior seringkali berasal dari septum bagian depan. Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior terutama pada anak dapat dicoba dihentikan dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit dan seringkali berhasil. Semprotan dekongestif dan aplikasi topikal gulungan kapas yang dibasahi kokain biasanya akan cukup menimbulkan efek anestesi dan vasokonstriksi. Sekarang bekuan darah dapat di aspirasi.
_____Bila sumbernya terlihat tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti 20-30% atau dengan Asam Trikolasetat 10% atau dapat juga dengan elektrokauter. Jika pembuluh menonjol pada kedua sisi septum diusahakan agar tidak mengkauter daerah yang sama pada kedua sisi. Sekalipun menggunakan zat kauterisasi dengan penetrasi rendah, namun daerah yang dicakup kauterisasi harus dibatasi.
_____Sebaliknya, maka dengan rusaknya silia dan pembentukkan epitel gepeng diatas jaringan parut sebagai jaringan pengganti mukosa saluran nafas normal, akan terbentuk titik-titik akumulasi dalam aliran lapisan mucus. Dengan melambatnya atau terhentinya aliran mukus pada daerah-daerah yang sebelumnya mengalami kauterisasi, akan terbentuk krusta pada septum. Pasien kemudian akan mengorek hidungnya dengan megelupaskan krusta, mencederai lapisan permukaan dan menyebabkan perdarahan baru. Menentukan lokasi perdarahan mungkin semakin sulit pada pasien dengan deviasi septum yang nyata dan perforasi septum.
_____Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan pemasangan tampon anterior, dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin atau salap antibiotika.5 Tampon mudah dibuat dari lembaran kasa steriil bervaselin, berukuran 72 x 0,5 inchi disusun dari dasar hingga atap hidung meluas hingga keseluruh panjang rongga hidung.1 Pemakaian vaselin atau salep pada tampon berguna agar tampon tidak melekat, untuk menghindari berulangnya perdarahan ketika tampon dicabut. Suatu tampon hidung anterior harus memenuhi seluruh rongga hidung.

Gambar 2.6 Tampon Anterior
Sumber :Cumming 1999
_____Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus dapat menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Jika lokasi perdarahan telah ditemukan, vasokonstriktor harus diberkan bersamaan dengan obat-obat topikal seperti larutan kokain 4% atau oxymetazolin atau phenylephrine. Perdarahan yang lebih aktif perlu diberikan anestesi topikal yang adekuat. Obat-obat intravena bisa diberikan pada kasus yang sulit atau pada penderita yang cemas.

Perdarahan Posterior
_____Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon Bellocq, dibuat dari kasa dengan usuran 3x2x2 cm dengan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon harus menutup koana (nares posterior).
Teknik pemasangan
_____Untuk memasang tampon Bellocq dimasukkan kateter karet melalui nares anterior sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke luar melalui mulut. Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi tampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar hidung. Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik, sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ini kearah nasofaring. Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior, kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan didepan lubang hidung, supaya tampon yang terletak di nasofaring tidak bergerak. Benang yang terdapat pada rongga mulut terikat pada sisi lain dari tampon Bellocq, diletakkan pada pipi pasien. Gunanya untuk menarik tampon keluar melalui mulut estela 2-3 hari.
_____Pada epistaksis yang berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan pemasangan tampon anterior maupun posterior, dilakukan ligasi arteri. Ligasi arteri etmoid anterior dan posterior dapat dilakukan dengan membuat sayatan didekat kantus medialis dan kemudian mencari kedua pembuluh darah tersebut didinding medial orbita. Ligasi arteri maksila interna yang tetap difosa pterigomaksila dapat dilakukan melalui operasi Caldwell-Luc dan kemudian mengangkat dinding posterior sinus maksila.
Penatalaksanaan Bedah
_____Pembedahan dilakukan pada kasus epistaksis berulang, namun beberapa prosedur bedah untuk tindakan darurat untuk mengontrol kasus epistaksis berat untuk mencegah waktu perawatan yang lama, sekaligus juga meningkatkan daya tahan pasien. Wong dan Vogel (1981) menemukan bahwa angka kegagalan tindakan pembedahan lebih rendah (14% dibandingkan 26%), menurunkan angka komplikasi (40% dibandingkan 68%) dan waktu perawatan di RS menjadi 2,2% lebih rendah pada pasien dengan epistaksis posterior.
_____Sebelum memutuskan arteri mana yang harus diligasi dalam penatalaksanaan epistaksis, lokasi perdarahan harus ditentukan terlebih dahulu. Jika perdarahan terjadi pada cavum nasidan berasal dari baik arteri etmoid anterior maupun posterior. Darah yang berasal dari kavum nasi inferior atau posterior berasal dari arteri karotis eksternal atau arteri maksillaris interna. umumnya, lebih dipilih ligasi yang sedekat mungkin dengan lokasi perdarahan disebabkan sulitnya mengontrol sirkulasi kontralateral dengan ligasi yang lebih proksimal. Septoplasty dan reseksi mukosa/submukosa mungkin diperlukan untuk memperbaiki deviasi septum untuk menggantikan tampon. Pengangkatan penutup mukosa dengan reseksi submukosa dapat mengurangi frekuensi epistaksis pada beberapa pasien melalui pengangkatan bekas luka.
_____Ligasi arteri maksilaris internal biasanya menyebakan penurunan gradien tekanan pada pembuluh darah, dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah. Rata-rata kejadian ulangan epistaksis berkisar 5%-13%. Kriteria untuk prosedur ligasi belum ditentukan karena masih terdapatnya perbedaan antara pihak yang mendukung ligasi awal dan ligasi lambat. Posisi Water digunakan untuk mengidentifikasi posisi sinus maxilla untuk melakukan ligasi dengan pendekatan transantral. Dibawah anestesi umum, prosedur Caldwell-luc digunakan untuk mendapatkan akses ke dinding posterior sinus maksila, yang dipindahkan untuk mendapatkan akses ke bagian ketiga (pterygopalatine) yang berlokasi pada ruang pterygopaltine. Mikroskop operasi kemudian digunakan untuk mengidentifikasi pulsasi dari cabang distal, yang kemudian diklem. Penting untuk meletakkan klem bedah pada arteri maksillaris pada bagian proksimal dari asal arteri palatina desenden, pada bagian distal arteri desenden palatina, dan pada bagian distal arteri maksilaris interna. Keuntungan prosedur ini adalah dengan ligasi pada bagian distal pembuluh darah yang mensuplai mukosa nasal, meminimalisir perkembangan kolateral pembuluh darah. Kerugian prosedur ini adalah tidak dapat diterapkan pada anak-anak, pasien dengan hipoplasia sinus maksila, atau pada orang-orang dengan fraktur wajah, begitu juga dengan komplikasi sakit pada gigi bagian maksila, gangguan pada ganglion sfenopalatina atau nervus Vidian, kerusakan pada nervus infrsorbita, fistula oro-antral dan sinusitis.
_____Pendekatan intraoral pada arteri maksilaris menyediakan akses ke bagian pertama dan kedua arteri antara ramus mandibula dan otot temporal. Bagian posterior dari maksilla dicapai melalui insisi gingivobuccal posterior yang bermula dari molar kedua. Blind diseksi dilakukan dengan jari dan lemak buccal di diseksi atau retraksi. Setelah otot temporaldiikat dan didiseksi, arteri maksilaris internalterlihat pada dasar luka atau dibawa melalui ikatan saraf kemudian diklem dan dibagi. Keuntungan prosedur ini adalah mudah dikerjakan pada anak-anak, pasien dengan hipoplasia sinus maksillaris, dan fraktur komunikata pada maksilla. Kerugiannya meliputi lokasi ligasi lebih proksimal dibandingkan pendekatan transantral dengan kemungkinan kegagalan yang disebabkan sirkulasi kollateral, sering menyebabkan trismus yang membutuhkan waktu 3 bulan masa penyembuhan disebabkan manipulasi terhadap otot temporal dan dapat menimbulkan kerusakan pada nervus infraorbita.
_____Ligasi arteri etmoid dilakukan melalui insisi yang dipertimbangkan pada pasien yang mengalami perdarahan ulang setelah ligasi arteri maksillaris interna, dimana terdapat juga epistaksis kavum nasal superior atau pada sambungan ligasi arteri maksilaris interna ketika lokasi perdarahan telah ditemukan. Akses bedah dari standar insisi Lynch turun ke garis sutura fronto-etmoid pada bagian superior dari tulang lakrimal dan pada bagian posterior terletak arteri netmoid anterior pada jarak sekitar 14-18 mm. Jika arteri etmoid posterior harus diligasi, arteri ini terletak 10 mm posterior terhadap arteri etmoid anterior. area ini mesti ditangani dengan hati-hati karena nervus optikus hanya berjarak 5 mm di belakang arteri etmoid posterior. Sekali teridentifikasi, arteri di ligasi dan dipotong.
_____Ligasi arteri carotis eksternal dilakukan melalui insisi yang dibuat di sepanjang garis anterior oto sternokleidomastoideus. Setelah dikenali 2 cabang arteri karotis eksternal untuk mencegah terligasinya arteri karotis internal, arteri karotis eksternal diligasi. Arteri diligasi dengan penuh kehatii-hatian untuk mencegah perlukaan nervus vagus, nervus laringeal superior, nervus hipoglossus, rantai nervus simpatis, atau cabang mandibular nervus facial. Teknik ini sangat mudah dan anatomi daerah ini cukup familiar dengan spesialis THT. Kerugian prosedur ini karena kurang efektif dibandingkan ligasi lainnya yang disebabkan lebih banyaknya aliran darah kollateral.
_____Angiografi selektif dapat digunakan sebagai alat diagnostik dan terapi untuk mengontrol epistaksis. Embolisasi lebih efektif pada pasien dengan epistaksis yang berulang setelah ligasi arteri, daerah perdarahn sulit untuk dicapai dengan bedah, atau epistaksis yang disebabkan gangguan perdarahan sistemik. Setelah anatominya dikenali, lokasi perdarahan di embolisasi dengan polyvinyl alcohol. Partikel gel-foam, atau kawat gulung. Prosedur ini dapat menyumbat pembuluh darah dekat dengan daerah perdarahan sehingga dapat meminimalisasi kolateral. Prosedur in efektif hanya ketika rat-rata perdarahan >0,5 ml/menit. Angka keberhasilan sekitar 90% dengan angka komplikasi sekitar 0,1%. Kerugiannya adalah arteri karotis eksternal ataucabangnya dapt tersumbat dan menimbulkan komplikasi yang berat seperti hemiplegi, paralisis nervus fasialis, dan nekrosis kulit.
_____Septodermoplasty sering digunakan pada pasien dengan HHT, setelah teleangiektasis pada mukosa nasal anterior diangkat dari setengah antreior septum, dasar hidung, dan dinding lateral, kemudian diletakkan skin graft. Tutup bebas kulitm myokutaneus atau mikrovaskuer dapat digunakan sebagai pengganti skin graft. Telah didapatkan hasil eksperimen yang baik dari penggunaan autograft yang berasal dari epitelial turunan mukosa buccal pasien. Pasien dapat mengalami epistaksis berulang yang disebabkan pertumbuhan teleangiektasis ke dalam graft atau tututp, namun keparahan dan frekuensi perdarahan berkurang secara signifikan. Laser Neodymium-yttrium-garnet (Nd-YAG) atau laser argon telah digunakan untuk fotokoagulasi lesi epistaksis, terutama pada pasien dengan HHT. Penatalaksanaan kembali biasanya dibutuhkan namun tingkat keparahan dan frekuensi perdarahan umumnya meningkat.


2.9 Komplikasi Tindakan
_____Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangannya. Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner dan infark miokard dan akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian infus atau transfusi darah. Komplikasi lain terjadi aspirasi yaitu darah tersedak masuk ke dalam paru-paru.
_____Pemasangan tampon dapat menimbulkan sinustis, otitis media, bahkan septikemia. Oleh karena itu pada setiap pemasangan tampon harus selalu diberikan antibiotik dan setelah 2-3 hari harus dicabut meskipun akan dipasang tampon baru bila masih berdarah. Selain itu dapat juga terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah retrograd melalui tuba Eustachius dan air mata yang berdarah (bloody tears) sebagai akibat mengalirnya darah secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis. Pada waktu pemasangan tampon Bellocq dapat terjadi laserasi palatum mole dan sudut bibir karena benang terlalu kencang dilekatkan.


2.10 Prognosis
Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan prognosisnya buruk.


3. PENUTUP
_____Epistaksis (perdarahan dari hidung) adalah suatu gejala dan bukan suat penyakit, yang disebabkan oleh adanya suatu kondisi kelainan atau keadaan tertentu. Epistaksis bisa bersifat ringan sampai berat yang dapat berakibat fatal. Epistaksis disebabkan oleh banyak hal, namun dibagi dalam dua kelompok besar yaitu sebab lokal dan sebab sistemik. Epistaksis dibedakan menjadi dua berdasarkan lokasinya yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior. Dalam memeriksa pasien dengan epistaksis harus dengan alat yang tepat dan dalam posisi yang memungkinkan pasien untuk tidak menelan darahnya sendiri.
_____Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memeriksa pasien dengan epistaksis antara lain dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan tekanan darah, foto rontgen sinus atau dengan CT-Scan atau MRI, endoskopi, skrining koagulopati dan mencari tahu riwayat penyakit pasien.


Thank's to Dr. Chika Aulia Husna

No comments:

Post a Comment