Wednesday, 25 June 2014

DI BIS PERJALANAN PULANG

DI BIS PERJALANAN PULANG

Kami adalah rekan satu angkatan yang saling mengenal, yang baru saja menyelesaikan suatu praktek lapangan di Kabupaten Seragen. Aku tidak bercerita tentang kami atau praktek lapangan, melainkan tentang perjalanan pulang disaat aku berada diantara rombongan bis. Dimana perjalanan Dari Seragen – Jatinangor melumat waktu hingga sampai 15 jam lamanya.
Kami berangkat tepat jam 12 tengah hari, cuaca yang lumayan panas pada saat itu. Di awal perjalanan aku duduk di deretan tengah sebelah kiri bagian bis, bersama dua orang teman. Suasana dalam bis pengap akan keributan. Ada yang bernyanyi sambil teriak, dan ada yang bertepuk tangan sambil bernyanyi gak karuan. Bahkan ada yang bernyanyi “na..na..na.., la..la..la..” karna gak hafal liriknya. Tetapi keributan itu tidak berlangsung lama, lagu yang bisa dibilang aliran keras itu akhirnya berganti menjadi lagu tembang kenangan pengantar tidur. Yah, efeknya pun berhasil membiusku untuk terlelap dengan sekejap.

Sore semakin senja, rasa lapar yang berperang dalam perut mebangkitkanku dari tidur. Dengan sengaja aku pindah kebangku depan yang kebetulan kosong. Demi mencari sedikit makanan agar bisa mendamaikan rasa lapar ini. Kali ini aku duduk bersebelahan dengan seorang wanita yang sekelompok denganku di praktek lapangan. Aku pun meminta sebungkus roti dari nya. Setidak nya itu bisa menunda sampai bis ini berhenti dan istirahat sejenak. Ia, wanita yang aku mintai roti tadi termasuk tipe orang yang aku kagumi. Ia penuh dengan kelembutan, marah pun untuk sesaat. Terkadang ia tertutup bagai misteri, entah bahagia atau kesedihan yang dialami.
“Da, kalo haus.. itu ada air minum”. Ia mengejutkanku dari lamunan.
“Oh, makasi ee”. Aku menjawab sambil mengunyah roti yang berisikan coklat. Lalu ia mengambil air minum dan menyuguhkannya kepadaku.
“Nih diminum! Haus toh?”
“Iya, di mulut aja belum habis”. Aku menjawab, dan mengambil botol yang berisikan air minum dari genggamannya. Setelah roti tertelan habis begitu juga denagn air minum, aku rebahkan tubuhku ke sandaran bangku.
“Ahhh, akhirnya lega juga”.Ia yang mendengar seruanku, lalu terwa kecil.
“Da, pinjam bahunya ya?” .Ia langsung menyandarkan kepalanya kebahuku, seolah aku sudah menyetujuinya. Aku yang terdiam oleh pertanyaan nya tadi hanya tertegun heran. Dan berkakata dalam hati “Iya”. Hanya dengan hitungan menit ia telah tertidur di pundak ku. Entah apa yang aku rasakan, semuanya bercampur aduk dalam pertanyaan dan keraguan. “Apakah ia menyukaiku?”. Aku tenggelam dalam lamunan yang akhirnya membuatku tertidur untuk kedua kalinya.
Suara rem melengking bertanda bis berhenti pada tempat untuk beristirahat. Semua orang di dalam bis terbangun begitu juga dengan kami berdua. Aku mebuang pandangan ke luar jendela bis, yang ternyata langit malam telah menyelimuti perjalanan kami semua.
“Uda!!?, uda g turun? Dah sepi ni..” Tanya nya.
“Ehh.. iya..” Aku linglung melihat seisi bis tinggal beberapa orang saja.
“Mau makan dimana da?”
“Blom tau nih.. Kmu mau makan dimana?” Kembali aku lontarkan pertanyaan yang ia berikan kepadaku.
“Hmmm kayaknya disebelah sana, ya udah klo gitu adek duluan ya da” Ia kemudian turun dari bis, lalu berjalan menuju warung makanan yang ia tunjuk tadi. Aku perlahan keluar dari bis sambil mengumpulkan nyawa yang hampir penuh. Mencari tempat makan yang sesuai dengan ukuran dompet, tak lupa aku membeli obat untuk penghilang suntuk. Nama kerennya disebut rokok, selama ini hanya itu yang bisa menemaniku ketika bosan dan melepas suntuk.
Setelah setengah jam berlalu, bis yang mengarah pulang melanjutkan perjalanan.
Malam yang semakin larut, suasana bis saat ini sangat berbeda dari awal perjalanan. Kini kesunyian telah meluap, dan kehampaan telah menghantui jiwa – jiwa yang ceria. Aku yang tidak langsung mencari tempat duduk, hanya berdiri di sudut belakang bis. Dan aku sulut api dari sebatang rokok yang tadi aku beli. Yah, kondisiku pada saat itu bukan lagi bosan atau pun suntuk. Melainkan memikrikan tentang pertanyaan dan keraguan yang menlandaku tadi sore. Aku hisap semua kebelenguan dengan satu tarikan nafas, lalu aku keluarkan perlahan bersama asap yang mengepul dari hidung dan mulutku. Ketenangan mulai aku dapatkan setelah beberapa batang aku habiskan.
Ia, wanita yang aku kagumi itu sedang duduk dibangku bagian tengah sebelah kanan bis. Hanya berjarak 2 meter dari tempat aku berdiri. Aku yang melihatnya dari belakang, ia seperti menunggu seorang yang ingin duduk disampingnya. “siapa?” Apakah aku?”. Pertanyaan demi pertanyaan mulai terbesit di benakku. Dilema yang baru muncul ini aku akhiri dengan keberanianku untuk duduk disampingnya. Perlahan aku melangkah mendekatinya, lalu aku duduk disampingnya.
“Ehh.. ada uda”. Ia menyambutku dengan senyuman manisnya. Akupun membalas dengan senyuman dan bertanya.
“Boleh g’ uda duduk disini?”. Dengan cepat ia menjawab.
“Ya, boleh lah”. Sejenak kami berdua hanya terdiam tanpa kata. Hanya suara bis yang melaju kencang, bersama musik lawas bervolume pelan yang diputar oleh supir bis.
“Da, adek ga’ bisa tidur”
“Tinggal tutup mata aja, apa susah nya” Jawabku.
“Udah da, tapi g bisa” Ia, membantah dengan raut cemburut.
“Mau uda pijitin kepala kamu biar cepat tidur?”
“Hmm boleh juga tu” Dengan senagnya ia menerima tawaranku. Aku pun memainkan para jemari tangan kiriku di atas ubun – ubunnya.  Berusaha selembut mungkin untuk memijit kepalanya, agar rasa kantuk segera ia dapatkan.
“Gimana?? Udah ngatuk? Cetusku sambil menatap wajahnya.
“Dikit lagi da”
Dalam hitungan detik ada beban yang telah menimpa dadaku, dengan cepat aliran darahku melaju begitu kencang keseluruh tubuh. Seakan jantungku berdebar tak berirama. Ini yang kedua kalinya ia menyandarkan kepalanya di badanku, tapi bukan di bahu melainkan tepat didadaku. Seakan ia telah meminta dan aku menyetujuinya. Aku tak dapat lagi berkata – kata walau dalam hati. Sulit bagiku untuk menjelaskan sensasinya. “Damai” itu yang dapat aku simpulkan dari kisah kasih ini. Dengan perlahan aku memindahkan tanganku dari kepalanya ke tepian jendela bis yang sudah terbuka sebelumnya. Angin malam terasa menusuk – nusuk kulit tangan ku, sehingga aku putuskan untuk menutup jendela bis tersebut, “aku g’ mau dia kedinginan” . Lalu aku jatuhkan tanganku ini disisi bangku yang tersisa tepat berada disamping tangannya. Angin malam yang menerpa tanganku tadi masih berbekas dan sedikit menyentuh tangannya.
Kembali pertanyaan – pertanyan melintas dipikiranku. Apa yang terjadi dari sore hingga malam ini benar – benar kenyataan? Kalau iya, apa maksud dari semua ini? Apakah dia menyukaiku? Atau hanya sekedar… Tiba – tiba pertanyaan itu berhenti melintasi pikiranku. Ternyata ada kehangatan fase ke 2 yang menyelimuti telapak tanganku. Semua pertanyaan tadi langsung terjawab seketika dengan eratnya ia menggenggam tanganku. Aku pun membalas genggamannya penuh dengan kehangatan.

CERITA INI DIANKAT DARI KISAH NYATA
SUMBER CERITA DARI SEORANG KAWAN


eMPe

No comments:

Post a Comment