TENTANG DIA YANG SELALU INDAH
oleh ilham satria
oleh ilham satria
Cerita ini adalah
kisah lama yang ingin aku ulangi kembali, jika dia mengizinkannya. Kisah masa
kecil, dimana aku pertama kali menyukai seorang wanita “tepatnya seorang gadis
kecil” karena waktu itu aku masih kelas 5 SD. aku pernah memberinya sebuah
kalung yang berinisialkan namanya yaitu huruf “F”, dengan selembar kertas kecil
yang bertuliskan “aku suka kamu”. Dia hanya diam tak berkata sedikit pun dan
keesokan harinya dia sedikit lebih menjauh dariku. Cuma itu tidak berlangsung
terlalu lama, sampai akhirnya dia pun melupakannya. Entahlah kalau sekarang dia
masih mengingat kisah itu, bagiku itu adalah manis atau pahitnya kehidupan
percintaan. Orang bilang sih cinta SD dan SMP itu cuma cinta monyet, tapi
sampai sekarang aku masih menyukainya.
Berawal dari
tamat SD, kita pun melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu
SMP. Dulu aku berharap bisa satu sekolah dengan dia, agar semua lebih terasa
indah. Tapi itu hanya sekedar harapan yang tidak terkabulkan. Kenyataanya aku
dengan dia tidak satu sekolah. Tapi itu tidak menghentikanku untuk berhenti menyukainya. Karna rumahnya
tidak terlalu jauh dari rumahku, kurang lebih 1.000 meter adalah jarak yang
sangat dekat bagiku untuk memperjuangkan cinta bukan “sebagai pejuang cinta”.
Dari kelas 1 SMP hingga kelas 2 SMP pertemuan kita hanya dikarenakan adanya
reuni SD, itu pun kalau dia menghadirinya. Dan aku sungguh sangat jarang menghubunginya,
bahkan bisa terhitung beberapa kali saja aku menghubunginya. Untuk itu saja aku
harus sembunyi-sembunyi mencuri kesempatan untuk memakai telepon rumah. Maklum saja diumur semuda itu aku belum di izinkan
memegang handphone oleh orang tua, dengan alasan takut kalau aku
menyalahgunakannya dan tidak terlalu penting seumuranku memegang handphone.
Masih banyak lagi alasan orang tuaku ketika aku meminta di belikan handphone.
Apalah daya, mau tidak mau aku terpaksa menerima alasan tersebut dengan raut
wajah kecewa. Itu lah faktor utama kenapa aku jarang menghubunginya. Seandainya
pun bisa menghubunginya pasti selalu adak faktor kedua yaitu rasa takut dan
malu yang mengendap dan menyatu di hati ini.
Ketika beranjak
memasuki kelas 3 aku kembali memohon agar aku dibelikan handphone dengan alasan,
agar aku lebih mudah memberi kabar jika ada les tambahan disekolah dan belajar
kelompok di rumah teman. Entah ada angin apa orang tuaku pun lansung mengajak
aku untuk membeli handphone dengan catatan tidak boleh handpone yang berkamera.
Aku tidak memperdulikan hal itu yang terpenting mempunyai handphone saja aku
sudah bersyukur.
Aku memutuskan
untuk menghubunginya terlebih dahulu dengan kata “hai” dan menanya kabar, dia
merespon biasa-biasa saja, aku pun memakluminya karna ini baru awal perjuangan.
Aku melanjutkan percakapan lewat sms dan masih tidak berani utuk menelponnya.
Sampai akhirnya aku mengajak dia untuk lari pagi pada hari minggu. Itulah
pertemuan pertama kali aku dengan dia setelah aku memiliki handpone. Semenjak
itulah aku sering mengajaknya untuk lari pagi, jadi bukan tubuh atau fisik saja
sehat karena lari pagi, tapi juga menyehatkan bagi hati jika bertemu dengannya.
Tibalah saatnya
aku menyatakan perasaan kepadanya, pada hari minggu di pertemuan lari pagi kita
yang ke lima. Di pagi itu sekitar pukul 04.30 WIB aku terbangun lebih awal dari
biasanya, mungkin karena sudah tidak sabar menanti saat-saat yang menegangkan
bagi hati ini. Tidak biasanya aku mandi dan gosok gigi sebelum lari pagi.
Itulah yang terjadi, aku harus menyiapkan diri serapi dan sewangi mungkin agar
menampilkan performance yang lebih
baik. Pukul 06.00 WIB aku beranjak pergi meninggalkan rumah dan berlari santai
menuju persimpangan rumahnya, biasanya aku selalu menuggunya disana. Sekitar
lima menit, sosok gadis yang aku tunggu-tunggu muncul dari kejauhan. Dengan
memakai celana traning panjang yang sedikit pensil berwana hitam dan jaket biru
langit yang sangat cocok dengannya ditambah lagi dengan senyuman tipis nan
indah. Sungguh cantik dia saat itu, bahkan dia menjadi pelengkap pagi pada hari
itu. Dia datang menghampiriku dan bertanya “sudah lama?” aku hanya menggeleng
terpesona. Sekitar 5 detik aku pun tersadar dari lamunan dan mengajak nya
berlari dengan nada suara yang grogi. Kita berlari di sepanjang jalan tepi
pantai santai sambil bercakap-cakap dan menanyakan bagaimana kegiatan disekolah
kita masing-masing. Sudah 15 menit kita berlari, tiba-tiba dia mengajak lari
cepat atu sprint. Aku tidak sungkan-sungkan mengatakan siap dan langsung
memasang posisi. Dia mulai menghitung “1” aku melirik nya, “2” aku mengalihkan
pendangan lurus kedepan, dan dia pun berlari mencuri start dan berteriak “3”. Ternyata aku ditipu oleh nya, aku berlari
secepat mungkin dan berhasil menyusulnya. Nafas kita berdua sesak tak menentu,
dia malah menuduhku yang curang karna aku berlari terlalu cepat. Aku tertawa
dan berkata “yang curang duluan siapa?”, dia pun cemberut dan mencoba mengatur
nafas nya kembali. Kita menyudahi lari pagi kali ini, dan berjalan kembali
menyusuri bibir pantai. Aku mengajaknya untuk beristirahat sejenak di tumpukan
bebatuan di tepi pantai itu. Jantungku mulai berdebar seakan membuat tubuh ini
kaku seketika, telapak tangan ini mengeluarkan keringat dingin, dan lutut
gemetar tidak sanggup berdiri kembali. Aku berusaha merobek kebisuan untuk
berbisik “aku suka sama kamu”, dia menoleh memasang raut wajah keheranan. Aku pun
mengulanginya dengan suara yang lebih keras, dia pura-pura tidak mendengar.
Lalu aku menarik nafas panjang sambil berdiri mengarah pantai, mengumpulkan
semua perasaan yang menumpuk ini, dan berteriak sekeras-kerasnya ”AKU SUKA SAMA
KAMU”, aku kembali duduk dengan nafas yang menggebu-gebu “kamu mau gak jadi
pacar aku?” aku lontarkan pertanyan itu kepadanya. Tidak ada sepatah katapun
yang keluar dari mulutnya, ternyata dia menjawab dengan senyuman dan
menganggukkan kepalanya. Itu adalah kata “iya” walaupun dia tidak
mengucapkannya. Hari itu sungguh sangat indah dengan kehangatan mentari pagi
yang menepis wajahnya. Aku mengantarnya pulang sembari hari yang beranjak
semakin siang, dan berharap esok akan menjadi hari-hari lebih indah.
Dia adalah
seseorang yang pertama kali yang telah
mengambil alih hatiku, bisa di bilang ini cinta pertama ku dan juga dia pacar
pertamaku. Memang aku sendiri menyadari cintaku dan dia pada masa itu hanya
cinta monyet, tapi entahlah kebahagian yang aku rasakan selalu membawaku ke
dunia yang berbeda. Bahkan aku menganggap pacaran bukanlah hal yang sulit dan
tidak terlalu rumit, yang terpenting harus setia.
Ternyata hubungan
kita tidak bertahan lama. Minggu pertama kita berkomunikasi sangat lancar dan
selalu menanyakan kabar dan berbagi cerita di setiap kegiatan sekolah. Tidak
terlalu banyak masalah dalam hubungan kita saat itu, palingan cuma sedikit
salah paham ketika telat membalas sms. Di minggu kedua kesibukan saya dan dia
mulai terlihat semenjak mengikuti les disekolah maupun bimbel diluar, yang
mengakibatkan jarang komunikasi dan membuat hubungan kita semakin buruk. Yang
terkadang masalah kecil bisa menjadi sangat besar. Akhir minggu ketiga dia
menelpon saya, dengan sedikit intermezo tentang dia harus fokus belajar untuk
menghadapi ujian nasional yang berujung ingin memutuskan hubungan kita. Saya
hanya bisa diam dan berfikir sejenak bahwa apa yang dia katakan adalah benar,
dan kita pun setuju dengan mengakhiri huhungan ini dengan damai.
Semenjak
keputusan kita berdua itu, saya tidak pernah menghubunginya apa lagi mengajaknya
lari pagi. Kalau dikatakan sedih aku memang sedih, tapi itu tidak membuatku
untuk menyesali keputusan yang telah kita pilih. Karena aku berfikir dengan
berakhirnya hubungan kita, aku dapat lebih fokus lagi untuk mempersiapkan diri
mengahadapi ujian nasional.
Dia akan selalu
indah, walau hanya akan ada masa lalu tentang dia dalam hidupku. Aku sagat
berterima kasih telah menjadi bahagian cerita cinta dalam hidupnya.
No comments:
Post a Comment